Mengembangkan Potensi Santri pada Masa Pandemi

 

ilustrasi: google.com/


Oleh: Lailatus Syarifah

Mahasiswa Pendidikan Matematika Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

Pandemi mengubah semua tatanan dalam lini kehidupan. Begitulah kenyataan yang kita lihat saat ini. Kewajiban tentang cuci tangan setiap saat, penggunaan masker, jaga jarak menghiasi kolom-kolom media, baik cetak maupun elektronik. Hal tersebut terus digaungkan hingga Presiden Republik Indonesia muncul dengan konsep "New Normal" yang tak lekang juga dibincangkan orang-orang. Tentunya dengan pro kontra di sana sini.

Salah satu elemen yang peka terhadap perubahan ini adalah dunia pendidikan. Pendidikan yang pada awal mula dilakukan secara tatap muka, kini terpaksa harus banting setir menjadi serba daring. Semua institusi pendidikan negeri harus beradaptasi dengan hal baru ini. Hukum seleksi alam seketika pun berlaku, yang kuat akan bertahan, dan yang lemah akan tertinggal dan bahkan akhirnya mati secara mengenaskan.

Masih banyak institusi pendidikan yang menganggap bahwa pandemi ini merupakan akar masalah yang saat ini muncul. Guru, orang tua, murid mengeluhkan hal yang tidak jauh berbeda. Masih sedikit kalangan yang melihat ini sebagai sebuah tantangan untuk terus bertahan, berkembang, dan menemukan inovasi agar pendidikan kita lebih maju. Sistem pembelajaran yang tidak dilandasi _by design_ tetapi karena keterpaksaan mengakibatkan pembelajaran online dianggap memberatkan bagi peserta didik, salah satunya adalah mahasiswa.

Salah satu institusi pendidikan yang dituntut untuk bertahan dalam masa ini adalah pondok pesantren. Pesantren merupakan institusi pendidikan yang sudah terbukti kekonsistenannya dalam mengelola pendidikan. Sistem pembelajaran yang 24 jam non stop menjadikan institusi ini dipercaya mampu melahirkan ilmuwan-ilmuwan cendekia yang ahli di bidangnya. Namun, pesantren seringkali dipandang sebelah mata. Santri lulusan pesantren terkadang dianggap hanya tahu sebatas ilmu fikih dan ilmu keagamaan lainnya. Padahal harusnya santri bisa lebih dari itu.

Sempat terdengar berita yang menjadi duka bagi sebagian besar keluarga pondok pesantren. Beberapa pesantren di negeri ini menjadi cluster penyebaran virus covid-19. Sehingga untuk mengurangi potensi penyebaran virus yang lebih luas, pihak pengasuh pondok memilih untuk memulangkan para santrinya ke rumah masing-masing. Akibatnya, gedung pondok pesantren menjadi kosong, tanpa ada ghirah pembelajaran di dalamnya.

Meskipun demikian, para santri yang berstatus sebagai siswa atau mahasiswa di sebuah institusi pendidikan tetaplah mengikuti pembelajaran jarak jauh lewat beberapa kanal online, seperti WhatsApp, Zoom meeting, Google Classroom, Google Meet, Zenius, dan sebagainya. Hebatnya, baik disadari atau tidak, segala kebiasaan dan hal baru tersebut tidak lepas dari teknologi informasi yang manfaatnya sangat besar di era pandemi. Situasi ini juga akhirnya memaksa semua orang dari berbagai generasi dan berbagai kalangan untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi saat ini.

Terutama untuk para santri yang tidak mungkin melepaskan diri dari keilmuan keagamaan. Maka dalam hal ini pesantren harus responsif dalam menghadapi persoalan ini. Salah satunya yaitu dengan cara pelatihan membuat program-program yang diperlukan, misalnya pembuatan web, pembelajaran berbasis e-learning, ataupun pembuatan aplikasi-aplikasi yang menunjang untuk pembelajaran.

Namun tentu saja tidak ada sistem pembelajaran yang paling baik. Pembelajaran secara daring tentu memiliki sisi positif dan negatif. Tetapi tidak ada sistem pembelajaran yang menginginkan agar peserta didiknya menjadi bodoh. Semua bergantung kepada oknum-oknum yang terlibat di dalamnya. Namun, sebagai insan yang diberikan akal oleh Sang Maha, sepatutnya kita bersyukur dan mampu mengambil hikmah dari setiap peristiwa. Wallahu a'lam bi ash-shawaab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Materi LK 1 HMI Komisariat Iqbal-Febi

(Tak) Rela

Mengungkap Kebenaran Alquran: Kapan Matahari Padam?