Budaya Literasi Bantu Meningkatkan Kemampuan Berpikir Anak Selama Pandemi
TUGAS MEMBUAT BERITA
Nama : Lailatus Syarifah
NIM : 1708056098
Kelas : PM-7C
Mata Kuliah : Dasar-Dasar Jurnalistik
Dosen Pengampu : Nanang Qosim, M.Pd.
SEMARANG – Pandemi COVID-19 telah mengubah berbagai tatanan aspek kehidupan, tidak terkecuali pendidikan. Pembelajaran yang pada mulanya dilakukan secara tatap muka, semenjak Maret 2020 diubah menjadi pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Dilansir dari U-Report, sebesar 78% anak mengalami kesulitan atau tantangan dalam pembelajaran jarak jauh dan 35% khawatir hal tersebut akan mempengaruhi pemahaman di masa depan. Pembelajaran jarak jauh yang berkepanjangan ini tentu saja akan berdampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap mental anak, bahkan disinyalir dapat menurunkan kemampuan berpikir kreatif anak. Untuk mengurangi dampak tersebut, menghidupkan budaya literasi di lingkungan keluarga adalah salah satunya.
Oky Rahma, dokter spesialis anak mengatakan bahwa, untuk mengurangi dampak negatif pembelajaran jarak jauh terhadap perkembangan psikologis anak, bisa dilakukan dengan menghidupkan budaya literasi di lingkungan keluarga, seperti membaca dan menulis.
“Dengan membaca, jendela dunia akan terbuka. Dan dengan menulis, akan melatih perkembangan motorik mereka”, ungkap Oky.
Dokter berputra empat ini mengaku sudah melaksanakan kebiasaan tersebut jauh sebelum pandemi datang. Bahkan setiap beberapa minggu sekali, dia selalu membelikan beberapa buku baru untuk buah hatinya. Ini semua ia lakukan tentu demi kebaikan anak-anaknya kelak.
“Apalagi pembelajaran daring kaya gini, gak ada yang menjamin mereka bisa lepas dari kecanduan gadget. Makanya, kontrol orang tua sangat diperlukan”, lanjut Oky.
Senada dengan perkataan Oky, seorang psikolog Marcelina Melisa, M.Psi, mengatakan bahwa menulis merupakan sarana yang sangat efektif membantu mengekspresikan pelajaran yang telah dipahami oleh anak-anak, meningkatkan kreativitas, serta meningkatkan kemampuan motorik siswa, sehingga membantu siswa dalam memahami pelajaran yang didapatkan.
“Menulis tidak hanya melibatkan indra tangan sebagai penuang gagasan, tetapi juga indra penglihatan saat melihat tulisan, indra pendengaran ketika mendengar gesekan pena pada kertas. Dengan banyaknya indra yang bekerja, maka otak pun akan menjadi lebih mudah mengingat”, terang Marcelina.
Menurut Ninik Rahayu, selain membaca dan menulis, budaya literasi juga bisa dilakukan dengan hal lain, seperti menceritakan dongeng kepada anak sebelum tidur. Dan hal ini tidak mungkin dilakukan oleh guru di sekolah, sebab akses guru kepada siswa sangatlah terbatas, sehingga hal ini hanya bisa dilakukan oleh orang tua maupun orang terdekat siswa.
“Dengan mendongeng, hubungan orang tua dan anaknya menjadi lebih intensif. Orang tua dapat sekaligus menanamkan rasa cinta kepada ilmu pengetahuan, menciptakan komunikasi yang harmonis, sehingga anak pun tidak mudah down mentalnya ketika menghadapi berbagai masalah tugas”, pungkas ibu rumah tangga sekaligus guru matematika SMA N 13 Semarang ini. (Red/Lailatus Syarifah).
Komentar
Posting Komentar