Mengenal Batik Rifaiyah: Membatik Sambil Berdakwah
![]() |
ilustrasi/google.com |
Meski
namanya terkesan islami, namun batik tersebut memiliki corak yang umum seperti batik
lainnya. Sebutannya yang tidak njawani
seringkali dipandang sebelah mata. Padahal di balik motifnya tersimpan sejarah
panjang dan nilai spiritualitas yang tinggi.
Batik
yang memiliki ciri khas dengan bentuk flora ini sangat terpengaruh kuat oleh
ajaran KH. Ahmad Rifai. Salah satu ajarannya adalah melarang penggambaran
makhluk hidup selain tumbuh-tumbuhan (flora).
Kalaupun
ada motif berbentuk hewan, maka pelukisan pada batik tidaklah digambarkan
secara utuh, melainkan dengan terpotong-potong sehingga terkesan lebih mirip bentuk
flora.
Batik
ini pun sudah dikembangkan ragam dan bentuknya. Hingga kini kira-kira terdapat 24
motif. Di antaranya yaitu pelo ati, kotak kitir, banji, sigar kupat, lancur,
tambal, kawung ndog, kawung jenggot, dlorong, materos satrio, ila ili, gemblong
sairis, dapel, nyah pratin, romo gendong, jeruk no’i, keongan, krokotan, liris,
klasem, kluwungan, jamblang, gendaghan dan wagean. Uniknya semua ragam motif
mengandung makna spiritual masing-masing.
Bahkan,
dalam proses pembuatannya pun tidak lepas dari nilai-nilai islami. Sebelum canting
digoreskan pada kain, terlebih dahulu para pembatik mendirikan shalat dhuha. Tidak
berhenti sampai situ, ketika membatik, para pembatik juga melantunkan shalawat
atau kidung syair berbahasa Jawa dan Arab
yang sarat akan nasihat.
Sehingga
membatik pun menjadi hal yang cukup sakral, karena selain melibatkan
keterampilan fisik, keterampilan spiritual pun tak luput dari kegiatan ini. Oleh
sebab itu, jangan heran jika batik ini dibanderol dengan harga yang cukup
fantastis, yaitu sekitar Rp.500.000-Rp.3.000.000 .
Komentar
Posting Komentar